PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Komunikasi yang paling efektif ialah komunikasi
tatap muka (face to face communication) Dalam komunikasi tatap muka terjadi
saling silang antara komunikator dan komunikan. Aspek dialogis sangat efektif
untuk sampainya pesan komunikasi. Berdakwah yang bersifat orang perorang sangat
efektif dalam menyampaikan pesan komunikasi. Berdakwah orang perorang (one to
one communication) sangat efektif karena seorang da’i berkomunikasi sangat
sederhana. Tidak perlu dibantu sarana. Pesan verbal dan nonverbal menyatu pada
diri seorang da’i. Pada masa awal perjuangan islam, ketika Rasulullah
menyampaikan wahyu Allah kepada umat, komunikasi yang dipergunakan ialah
komunikasi orang perorang. Ajaran islam disampaikan langsung kepada orang perorang
bahkan dalam situasi yang silent, dan hasilnya sangat efektif. Seorang demi
seorang menjadi pengikut Rasulullah dimulai dari Siti Khadijah (istri), sahabat
beliau Abu Bakar Ash-Shiddiq, menyusul yang lain-lain.
Dari
(one to one communication) dakwah islam ini berlanjut pada kelompok kecil
(small group) diantara para sahabat. Dan pada dekade berikutnya, ketika islam
disebarkan secara terbuka, komunikasi dakwah Rasulullah tiba kepada kelompok
besar (large group communication). Komunikasi interpersonal itu masih bersifat
komunikasi tatap muka. Setelah perkembangan teknologi komunikasi semakin
berkembang, seperti telepon, radio, televisi, komunikasi satelit, dan alat
cetak komunikasi interpersonal itu berkembang pula dengan mempergunakan
sarana-sarana komunikasi mutakhir tersebut. Media elektronika dan media cetak
dipergunakan untuk berkomunikasi dengan massa. Media elektronik meliputi media
radio, media televise, media film. Media cetak, seperti surat kabar, majalah,
bulletin, dan pamphlet. Media elektronika dapat digunakan untuk berkomunikasi
dengan massa disamping berkomunikasi dengan nonmassa atau nirmassa, yaitu
khalayak yang terbatas, seperti penggunaan Overhead
Projector (OHP), slide projector dalam
kelas belajar, atau penggunaan Closed
Circuit Television (CCTV) dalam pesta-pesta, penggunaan Citizen Band (CB) yang sifatnya
interpersonal.
Dalam arus modernisasi ini, para
da’i harus mampu menyesuaikan diri dengan mempergunakan serta memanfaatkan media itu. Di
Negara-negara Barat, banyak dijumpai radio atau televisi siaran yang mempunyai
misi religious dan diselenggarakan oleh perkumpulan keagamaan. Di Filipina
banyak dijumpai, radio dan TV siaran yang membawa misi Khatolik atau zending
protestan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah karakteristik media massa?
2. Bagaimana pemanfaatan media
elektronik untuk dakwah?
3. Bagaimanakah dakwah melalui media
radio?
4. Bagaimanakah dakwah melalui media
televise?
PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Media Massa
Perkembangan media massa berawal pada
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi decade 1970 an dan masuknya zaman
industrialisasi Negara-negara Barat yang akhirnya sedikit banyak membantu
terbitnya surat kabar, radio, televise dan lain-lain.
Baik media massa surat kabar, radio
maupun televise pada umumnya memiliki karakteristik khusus, yaitu massal.
Massal dalam arti adalah seluruh berita yang dibuat oleh media massa tidak
bersifat pribadi, akan tetapi lebih dikonsentrasikan kepada masyarakat umum.
Dalam rangka menerapkan pemasangan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang
media massa cenderung pula mensegmentasikan pasar bagi produknya. Belum lagi
adanya banjir teknologi yang juga membuka banjir informasi era satelit seperti
adanya perkembangan teknologi internet, sehingga jarak ruang dan waktu menjadi
tidak ada masalah. Penggunaan internet ini juga sangat berpengaruh terhadap
perkembangan media massa lainnya seperti televise, radio maupun surat kabar.
Aplikasi internet dewasa ini di
bidang surat kabar, misalnya untuk penerapan sistem cetak jarak jauh, radio
untuk penerapan komunikasi interaktif, sedangkan di dunia televise banyak
sekali yang disumbangkan mulai dari transfer data hingga penggunaan televisi
interaktif, yang kesemuanya menjalin hubungan komunikasi dua arah secara
langsung. Internet sendiri berkembang demikian pesatnya tidak mau kalah dengan
media massa yan lahir lebih dahulu. Dunia internet telah merambah mulai dari
berita actual (terbaru dan terlengakap), iklan yang mendunia, hingga kontak
langsung jarak jauh dengan biaya yang relatif murah.
Perkembangan teknologi informasi
yang mendukung media massa juga mempunyai dampak positif dan negatif. Segi
positifnya adalah jarak ruang dan waktu bukan menjadi penghalang bagi
terselenggaranya berita yang actual, dan informasi cenderung didapat secara
lebih cepat di era globalisasi. Dalam era globalisasi media massa dan
informasi, dunia menyaksikan peranan telekomunikasi dan media elektronik yang
sangat fantastic. Dunia semakin menjadi cosmopolitan dan manusia saling
mempengaruhi dalam berbagai hal perilaku, Tentu saja arus globalisasi tidak
berdiri sendiri, melainkan ditemani oleh perdagangan (globalisasi pasar) dan
lain sebagainya.
B.
Pemanfaatan Media Elektronik Untuk
Dakwah
Tidak
bisa dipungkiri bahwa media elektronik merupakan media yang efektif dalam
menyampaikan pesan-pesan –dalam hal ini pesan keagamaan- kepada khalayak
penerima dakwah. Pada era sekarang ini, media elektronik dalam hal ini stasiun
televise, sangat efektif media untuk menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak
ramai. Oleh karena itu, dakwah juga bisa disampaikan melalui media elektronik
ini, agar pesan-pesan dakwah bisa diterima secara efektif.
Ciri utama media massa elektronika
ialah keserempakan (simultanitas). Sebuah media elektronika disebut media massa
apabila khalayak secara serempak bersama-sama menyarap pesan yang sama yang
dikomunikasikan oleh sebuah stasiun penyiaran pada saat yang sama. Dalam hal
ini, karakteristik media massa elektronik berbeda dengan media massa yang lain,
karena masing-masing media mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
1. Karakteristik Da’i sebagai
Komunikator di Media Massa
Da’i
yang menggunakan media massa sebagai sarana dakwahnya harus menyadari bahwa dia
terikat pada sistem kekerabatan (kru produksi) yang merupakan dasar utama media
massa. Kegiatan komunikasi dalam sistem kekerabatan itu teroganisasi dalam
suatu manajemen penyiaran yang kompleks, yang menyangkut:
a. Pembagian tugas ekstensif
professional di berbagai keahlian, seperti ahli pemancar, ahli peralatan studio,
ahli dekorasi, ahli tata rias, dan ahli kamera.
b. Biaya yang cukup besar.
c. Terikat pada sistem atau
kebijaksanaan yang berlaku dalam suatu stasiun penyiaran.
d. Komunikasinya bersifat satu arah
(one way communication).[1]
2. Karakteristik Khalayak sebagai
Komunikasi di Media Massa
Komunikasi
media massa ditunjukkan kepada masyarakat yang luas: heterogen dan anonim.
Lebih luas lagi daripada komunikasi tatap muka dalam kelompok besar (large
group communication). Khalayak disebut luas apabila komunikasi disampaikan
kepada sekumpulan individu yang beragam dalam tingkat pendidikan, beragam
status sosial ekonominya, dan beragam tempat tinggalnya.
Dalam
majelis, seorang da’I masih dapat memonitor tanggapan para jamaah melalui sikap
mereka, ekspresi mereka, gumaman mereka atau tangan mereka, juga “ejekan”
mereka. Tetapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh seseorang da’I ketika
dia menggunakan media massa.
3.
Karakteristik Pesan dalam Dakwah Melalui Media Massa
Pesan
dakwah yang hendak disampaikan melalui media massa khususnya elektronika
hendaklah bersifat umum dan selintas, karena khalayaknya majemuk (heterogen)
dan harus pula diperhatikan kemampuan daya serap rata-rata pendengar atau
pemirsa. Yang dimaksud dengan selintas ialah pesan yang dapat dikonsumsi
sekali. Apabila da’I mengupas suatu topic secara mendalam, maka sukar ditangkap
dan dicerna oleh pendengar atau pemirsanya karena sifat komunikasinya satu
arah. Dalam uraian terdahulu telah dinyatakan bahwa kemampuan menyerap melalui
sarana pendengaran hanya 11%. Dalam media massa, tidak ada umpan balik
(feedback) pada waktu bersamaan.
Robert K Avery, pakar penyiaran
dalam tulisannya “Communication and the Media” membagi tingkat reaksi khalayak
dalam 3 tingkatan:
a. Selective attention pendengar radio
atau pemirsa televise yang peduli pada suatu yang menarik baginya.
b. Selective perception pendengar radio
atau pemirsa televise yang punya penafsiran sendiri terhadap pesan yang
diterimanya.
c. Selective retention pendengar radio
atau pemirsa televise yang hanya mengingat pesan yang ia perlukan.
C.
Dakwah Melalui Media Radio
Salah
satu media yang dapat digunakan dalam kegiatan dakwah adalah radio. Hampir seluruh
radio siaran yang menyelenggarakan siaran di Indonesia menyajikan informasi,
edukasi, dan hiburan. Siaran keagamaan termasuk fungsi edukasi. Dalam
sejarahnya, RRI Jakarta ketika kebangkitan Orde Baru, menjadi sangat terkenal
dengan acara siaran “Kuliah Shubuh” yang diselenggarakan oleh almarhum Buya
Hamka. Kepeloporan kuliah shubuh RRI itu sekarang marak melalui radio siaran
swasta, bahkan juga diikuti oleh berbagai TV swasta.
Dakwah melalui radio dan TV itu
cukup efektif karena besarnya jumlah pendengar dan pemirsa yang mengikuti acara
kuliah shubuh itu dengan nomen klatur yang beraneka, seperti “Hikmah Fajar”,
“Di Ambang Fajar”. Semuanya membawa pesan dakwah yang dibawakan oleh para da’i
yang terkemuka. Bentuk acaranya ada yang bersifat dialogis (berbincang-bincang)
ada juga yang bersifat monologis (seorang da’I sendirian tampil di corong radio
atau di depan kamera televisi).
Dalam hal ini, da’i sebagai seorang
komunikator dalam melakukan aktivitas dakwahnya menyampaikan pesan-pesan ajaran
agama (message), harus memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan
karakteristik radio yang dipergunakan sebagai media untuk menyampaikan
pesannya.
Karakteristik
radio siaran antara lain:
1. Sifat siaran radio hanya untuk
didengar (audialhearable).
2. Bahasa yang dipergunakan haruslah
bahasa tutur.
3. Pendengar radio dalam keadaan
santai, bisa sambil mengemudi mobil, sambil tiduran, sambil bekerja di kantor
dan sebagainya.
4. Siaran radio mampu mengembangkan
daya reka.
5. Siaran radio hanya bersifat
komunikasi satu arah.[2]
Sebagai media komunikasi, radio
siaran dapat dikatakan efektif dalam menyampaikan pesan-pesan komunikasi kepada
pendengar. Hal ini karena:
1.
Memilik Daya Langsung
Pesan
dakwah dapat disampaikan secara langsung kepada khalayak. Proses penyampaiannya
tidak begitu kompleks. Dari ruangan siaran di studio melalui saluran modulasi
diteruskan ke pemancar lalu sampai ke pesawat penerima radio. Pesan dakwah
langsung diterima dimana saja, di kantor, kamar, sawah, dalam mobil, dan
lain-lain. Media radio dapat pula langsung menyiarkan suatu peristiwa, langsung
dari tempat kejadian (on the spot reporting). Dewasa ini teknik penyiaran radio
semakin maju. Komunikasi langsung antara khalayak dan da’i yang berdakwah di
radio dapat dilakukan melalui sistem phone in program. Pendengar menelepon
langsung da’i yang sedang mengudara menanggapi atau menanyakan sesuatu kepada
da’i yang sedang mengudara menanggapi dan didengar oleh seluruh pendengar
“dialog di udara”.
Pada era sekarang, dakwah dengan
menggunakan media radio cukup efektif, mengingat kesibukan masyarakat sekarang
sangat padat, maka dakwah melalui radio yang memiliki daya langsung akan
menjadikan pesan-pesan dakwah dapat lebih efektif dan bisa diterima serta
dimonitor oleh pendengar secara luas.
2.
Memilik Daya Tembus
Siaran
radio menjangkau wilayah yang luas. Semakin kuat pemancarnya semakin jauh
jaraknya. Pemancar yang bergelombang pendek (short wave) dengan kekuatan
500-1000 KW dengan arah antenna tertentu dapat menjangkau seluruh dunia. Daya
tembus radio bisa menjangkau kawasan yang luas, demikian pula jika informasi
dakwah disampaikan melalui radio maka pesan-pesan dakwah dapat memiliki daya
tembus yang lebih luas jangkauannya.
3.
Memiliki Daya Tarik
Daya
Tarik media radio siaran ialah terpadunya suara manusia, suara music dan bunyi
tiruan (sound effect) sehingga mampu mengembangkan daya reka pendengarnya.
Sebuah sandiwara radio yang dikemas secara baik akan mampu menarik pendengarnya.
Berdakwah dengan menggunakan paket produksi sandiwara radio cukup efektif.
Banyak sandiwara radio yang berisikan dakwah, antara dalam tahun 1950-an ialah
sandiwara radi yang berjudul “Sinar Memancar dari Jabal Nur” karya almarhum
penyiar Bahrum Rangkuti.[3]
Dan saat ini siaran-siaran dakwah
yang dikemas sedemikian rupa melalui radio mempunyai daya tarik sendiri bagi
pendengarnya. Upaya-upaya inovasi dalam menarik perhatian pendengar radio
kiranya harus dilakukan dalam siaran yang bernuansa dakwah islam.
Salah
satu hal yang menjadi daya tarik bagi dakwah melalui radio adalah hadirnya
musik. Tidak sedikit orang mendengarkan radio dengan motifasi mencari hiburan
atau mendengarkan musik. Maka dari itulah petugas yang berurusan langsung
dengan radio siaran berusaha agar segala macam program selalu ada nuansa
hiburan didalamnya.
D.
Dakwah Melalui Media Televisi
Televisi
merupakan salah satu media massa yang mempunyai pengaruh cukup efektif sebagai
penyebar pesan-pesan khalayak ramai. Kehadiran televise sebagai media
komunikasi bisa membawa dampak positif maupun dampak negative, tergantung
bagaimana memanfaatkan media tersebut.
Media televisi adalah media audio
visual yang disebut juga media dengar pandang atau sambil didengar langsung
dapat dilihat. Dibandingkan dengan media radio siaran, penanganan produk dan
penyiaran media televise jauh lebih rumit dan kompleks dan biaya produksinya
pun jauh lebih besar. Berbeda dengan media radio yang menstimulasikan daya reka
(imajinasi) pendengarnya, maka media televise bersifat realistis, yaitu
menggambarkan apa yang nyata. Menyaksikan tayangan televise tidak mungkin
sesantai mendengar radio. Kita tidak mungkin menyaksikan TV sambil mengemudikan
kendaraan, atau sedang mencangkul di sawah, atau sedang mengetik di kantor.
Tapi persamaannya tetap ada, yaitu sifat komunikasinya satu arah bahasa yang
digunakan tetap bahasa tutur.
Seorang da’i yang tampil di depan
kamera TV haruslah menyesuaikan diri dengan karakteristik kamera serta
pearalatan lain yang menopang suatu produksi audio visual, seperti cahaya
(lighting) yang tersorot kewajahnya. Ketidakbiasaan berbicara di depan kamera peralatan
studio yang canggih dapat membuat seorang da’i menjadi kikuk. Kekakuan
dihadapan kamera membawa dampak tegang dan tidak santai yang berakibat arus
pesan komunikasi dakwah yang disampaikan menjadi tersendat-sendat. Da’i yang
tampil di depan kamera seyogyanya tidak menggunakan naskah. Kadang-kadang untuk
menghindari “kebingungan”. Menghadapi alat-alat siaran yang rumit seorang da’i
dibantu dengan idiot board, yaitu pointers yang akan dibahas dituliskan didalam
kartu-kartu besar yang berada dihadapan seorang da’i. bagi seorang da’i yang
berdakwah di depan kamera televisi, selain mengendalikan fleksibelitas
suaranya, tidak kalah penting ialah faktor bahasa tubuh (body language):
ekspresi wajahnya dan gerak-gerik anggota tangannya. Penampilan diri didepan
kamera memerlukan pula perhatian atas busan yang dikenakan denvam warna yang
harus sesuai dan serasi dengan TV warna yang dimiliki oleh pemirsa.
Dihampir studio TV yang ada, kini
menampilkan acara-acara dakwah yang menghadirkan para da’I untuk mengupas
kajian-kajian dan tema sesuai dengan kebutuhan. Stasiun televise seperti TVRI,
RCTI, Indosiar, SCTV, ANTV, Metro TV, Ar-Rahman TV, dan lain-lain juga
menyajikan acara penyampaian pesan-pesan dalam islam atau dakwah dalam beberapa
sajian acaranya.
Da’i yang tampil di depan kamera TV
seyogyanya mampu mempersembahkan pribadi yang menyenangkan, suara yang menarik,
suara yang wajah yang serasi. Semuanya itu harus diciptakan pribadi orang yang
tampil di depan kamera tersebut. Berbicara di depan kamera haruslah dapat
membayangkan seolah-olah berbicara akrab dengan seorang di depannya. Janganlah
membayangkan di depan penonton yang berdasarkan dalam ruangan. Seorang da’I
yang tampil di TV haruslah pula cekatan menyesuaikan diri dengan pergantian
kamera. Dengan kemampuan kamera mengambil wajah da’I secara close-up bahkan
ekstrim close-up (besar dan sangat besar), maka setiap nuansa “kegugupan” akan
cepat terlihat oleh pemirsa.[4]
Dalam
hal ini, diperlukan persiapan yang matang bagi seorang da’I untuk melakukan
apresiasi dan improvisasi dalam melakukan dakwah di media elektronik. Seorang
da’I sebagai komunikator dalam melakukan apresiasi dakwah di media elektronik
harus melihat wajah, logis dan tidak dibuat-buat, sehingga penampilannya
menjadi menarik, dan berkesan bagi pemirsa.
PENUTUP
Kesimpulan
Perkembangan
sains dan teknologi pada saat ini diakui begitu cepat. Kecepatanya bahkan
melebihi kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan dampak sains dan
teknologi itu sendiri. Salah satu kemajuan yang begitu pesat pada saat ini
sebagai implikasi dari moderenisasi yang ditopang oleh perangkat utamanya yaitu
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dalam dunia informasi.
Dizaman
sekarang ini dakwah tidak hanya cukup disampaikan dengan lisan belaka, yang
aktivitasnya hanya dilakukan dari mimbar kemimbar tanpa bantuan alat-alat
modern yang sekarang terkenal dengan sebutan alat-alat komunikasi massa.
Sehingga dalam perjalanan menggapai tujuan tabligh, tentunya, perlu suatu media
sebagai perantara untuk menyampaikan pesan kepada mad’u yang homogen maupun
heterogen.
Semua media
esensialnya adalah mempermudah aktifitas dalam bidang dakwah. Media yang telah
banyak bermunculan saat ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Ada yang memliki kecangihan yang luar biasa, tetapi tetap saja memiliki titik
lemah sehingga segala kemungkinan akan tetap bisa terjadi.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Anas, Paradigma
Dakwah Kontemporer: 2006, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Amin, Samsul
Munir, Ilmu Dakwah, Jakarta: Amzah, 2009.
Djamalul
Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah, Jakarta: Gema Insani Pers, 1996.