Tiba-tiba mesin persegi panjangku bergetar, tanda sms masuk. Tepat malam minggu kemarin, handphoneku dipagari sinyal pesan singkatmu. Kebetulan waktu itu aku sedang menulis tentang kamu, segelintir pertanyaan Nyai yang menyongsong ke layar handphoneku wajib kujawab.
Akhirnya malam kemarin aku sms-an sama kamu, sama Nyai juga. Beberapa minggu terakhir kamu sudah mulai akrab kembali denganku. Meski biasa-biasa saja, namun lengkungan di bibirku tak tertahan juga, membentuk gurat bercabang. Tidak berlebihan sih kalau sampai senyum-senyum sendiri. Eh, hati-hati dengan hati yaaa... Tahu sama tahu sajalah, ruang hati dan otakmu selanya saja tak terlihat. Namun tak menutup kemungkinan, menutup pintu pun jadi, ups! :P
Interaksi mulai ada, jalan silaturahmi terbuka kembali. Syukur itu ku panjatkan, walau sebatas tegur sapa, tanya hangat, dan senyuman tergurat lewat short message, tetap saja terhitung pahala. Senyatanya rasa tak bisa terhapus sepenuhnya, dan bekas tak berarti sampah.
Sms malam minggu itu diakhiri dengan kantung mataku yang telah menggantung. Puluhan menit berlalu dengan cengkrama, entah itu berarti atau kosong. Seperti biasa, kamu mengakhiri dengan kata-kata yang merundukkan hati, entah pula itu berarti atau kosong. Salam hangat malam pun tertulis singkat di layar handphone ini.
Dari ufuk Timur tetap terlihat kamulah penyemangatku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar